Padang – Dalam rangka mencegah Maladministrasi pemberhentian perangkat nagari, Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Barat menyarankan Bupati Lima Puluh Kota untuk menginisiasi penerbitan Petunjuk Teknis (Juknis) dan Standar Operasional Prosedur (SOP) pemberhentian aparatur nagari sebagai penjabaran dari Peraturan Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota Nomor 1 Tahun 2018 tentang Pemerintahan Nagari.
Hal tersebut tertuang dalam Laporan Hasil Analisis (LHA) Kajian Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Barat mengenai Pencegahan Maladministrasi dalam pemberhentian Perangkat Nagari Di Kabupaten Lima Puluh Kota, yang diserahkan oleh Kepala Perwakilan Ombudsman Sumatera Barat, Yefri Heriani, kepada Penjabat Sekda Kabupaten 50 Kota, Herman Mazwar, (21/11).
Menurut Yefri Heriani, kami sengaja memilih Lima Puluh Kota karena memang ada kemajuan yang dibuat oleh Bupati Lima Puluh Kota.
Lima Puluh Kota membuat kemajuan dengan meminta Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) untuk melakukan verifikasi administrasi pemberhentian aparatur nagari yang dilakukan oleh Wali Nagari.
Hal itu perlu disempurnakan oleh Pemerintah Lima Puluh Kota dengan membuat SOP dan juknis.
Selain menyusun SOP, Ombudsman juga menyarankan Pemerintah Kabupaten Lima Puluh Kota menyusun konsep kebijakan evaluasi kinerja aparatur nagari, peningkatan kompetensi Wali Nagari dan Perangkat secara terstruktur mengenai tata kelola pemerintahan Nagari, dan melakukan peningkatan kapasitas dalam bentuk pelatihan, khususnya tentang prosedur dan administrasi pemberhentian perangkat nagari.
Saran tersebut perlu dilakukan oleh Bupati mengingat juga, masih terdapat pengaduan di masyarakat mengenai pemberhentian aparatur nagari.
Sepanjang tahun 2020-2022 terdapat 4 laporan pemberhentian aparatur nagari di Lima Puluh Kota.
Adel Wahidi, selaku Kepala Keasistenan Pencegahan Maladministrasi menambahkan berdasarkan data lapangan ditemukan bahwa pemberhentian aparatur nagari disebabkan oleh adanya evaluasi kinerja aparatur desa dan lemahnya kompetensi wali nagari. Wali Nagari bahkan beranggapan bahwa aparatur nagari adalah produk politik, satu paket dengan periode pemerintahannya sebagai wali nagari, sehingga berhak mengankat dan memberhentikan secara sembarangan.
Padahal, sesuai dengan Pasal 51 Ayat (2) dijelaskan bahwa Perangkat Nagari berhenti karena meninggal dunia, permintaan sendiri dan diberhentikan;
Pasal 51 Ayat (3) dijelaskan bahwa perangkat nagari yang diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c karena usia telah genap 60 (enam puluh) tahun, dinyatakan sebagai terpidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, berhalangan tetap, tidak lagi memenuhi syarat sebagai perangkat nagari dan melanggar larangan sebagai perangkat nagari
Ketentuan ini, ini sering diabaikan oleh wali nagari.
Pejabat Sekda Kabupaten 50 Kota Herman Mazwar, merespon sangat baik saran tersebut, bahkan berkomitmen akan memastikan pelaksanaan saran tersebut dalam 30 hari kerja ke depan.
Jika dilaksanakan, ini akan menjadi terobosan bagi Lima Puluh Kota, dan dapat diterapkan di nagari se Sumatera Barat di bawah koordinasi Dinas Pemberdayaan Masyarakat Sumatera Barat.(Rls)