Semenjak Adanya Atensi Presiden dan Kapolri Terkait TPPO, Polda Sumbar Telah Ungkap 11 Kasus TPPO Dan PPMI

Bagikan Artikel

Bimantaranews.com, Sumbar – Semenjak adanya Atensi Presiden RI Dan Kapolri Terkait Pemberantasan TPPO Pada 5 Juni 2023, Polda Sumbar Telah Mengungkap Sebanyak 11 kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang terjadi di 12 Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Barat

Hal tersebut disampaikan oleh Kapolda Sumbar Irjen Pol Suharyono dihadapan puluhan awak media yang di dampingi

Kabid Humas Polda Sumbar Kombes Pol Dwi Sulistyawan,  Dirreskrimum Polda Sumbar Kombes Pol Andry Kurniawan, Selasa (20/6) di Mapolda Sumbar.

Kapolda menjelaskan bahwa tersangka merupakan seorang perempuan berinisial W, warga Kinali, Kabupaten Pasaman Barat, Sumbar. 

Total terdapat 10 warga Sumbar menjadi korban TPPO, diri menyebutkan para korban ini dijanjikan bekerja sebagai asisten rumah tangga hingga perusahaan kilang es di Malaysia. 

“Dikirim 10 orang dari masyarakat Sumbar untuk dipekerjakan. Tetapi di sana, ternyata gaji mereka tidak diberikan,” katanya. 

Masih kata dia , gaji diambil secara diam-diam tanpa sepengetahuan korban oleh agen yang kemudian dibagikan ke tersangka. Sehingga selama bekerja, korban tidak mendapatkan gaji. 

“Korban kesulitan dalam kehidupan di Malaysia. Sementara korban dalam penyekapan majikan. Mau kembali (ke Indonesia) visa dan paspor disimpan majikan,” pungkasnya.

Kapolda Sumbar mengimbau kepada masyarakat, untuk selalu lebih waspada kepada orang atau sekelompok masyarakat jika ada yang mengiming-imingi bekerja diluar negeri

dengan gaji besar.

Sementara itu, Dirreskrimum Polda Sumbar, Kombes Pol Andry Kurniawan, menjelaskan tersangka sebagai penyalur melakukan upaya agar para korban tertarik untuk bekerja ke luar negeri. 

Modusnya, kata dia, dengan menyakini korban terkait pekerjaan serta dalam pengurusan keberangkatan ke Malaysia dibiayai hingga paspor dan visa diurus oleh tersangka. 

“Bagaimana korban ini tertarik dan tersangka juga menarik para korban, semua biaya perjalanan termasuk pengurusan paspor dan penampungan itu tersangka yang bayar,” terangnya. 

“Tetapi kemudian ke belakang, setelah mendapatkan majikan, si agen tersangka kemudian meminta gaji tiga bulan ke depan plus fee, jadi dari situ dia mendapatkan keuntungan,” sambungnya lagi. 

Dijelaskan, setidaknya gaji selama tiga bulan untuk korban sebesar 7.000 ringgit atau sekitar kurang lebih Rp 22 juta. Gaji para korban ini kemudian dibagikan ke para sindikat tersangka. 

“Kami terus melakukan pendalaman kasus ini. Tersangka ini dia pernah tinggal di Malaysia cukup lama, jadi paham kondisi di sana, itu modal dasarnya,” ujarnya. 

Dirinya memastikan, kondisi 10 korban TPPO dalam kondisi aman dan telah dievakuasi ke Selter KBRI Malaysia. Sebelumnya, korban sempat mengirimkan video terkait kondisi mereka di Malaysia yang mulai terancam keselamatannya dan diminta untuk segera dievakuasi. 

“10 ini kondisi sudah dievakuasi KBRI Malaysia. Karena kondisinya terancam. Sekarang ada di Selter KBRI,” ujarnya. 

Para korban TPPO di Malaysia ini terdiri dari empat orang perempuan dan enam laki-laki. Hasil koordinasi dengan Korfung Konsuler KBRI, pemulangan korban sedang dalam proses diajukan ke bagian keimigrasian. 

“Namun tidak dapat dipulangkan dalam waktu dekat (pulang bersama Satgas Gakkum TPPO) mengingat (ada) korban sedang dalam kondisi hamil delapan bulan dan paspor sedang ditahan oleh mantan majikan,” ungkapnya.

Ia mengatakan seluruh pelaku dijerat Pasal 4 UU Pemberantasan TPPO dengan ancaman pidana kurungan tiga tahun dan maksimal 15 tahun serta denda minimal Rp120 juta dan maksimal Rp600 juta.(*)


Bagikan Artikel

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Eksplorasi konten lain dari Bimantara News

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca