Jakarta, 22 Oktober 2024 – Sejak diberlakukannya Regulasi
Deforestasi Uni Eropa (EUDR) pada 29 Juni 2023, perusahaan-perusahaan di
industri karet Thailand menghadapi tantangan dalam memastikan rantai pasokan
mereka dapat mematuhi standar keberlanjutan. Sebagai pemasok karet terbesar
kedua ke Uni Eropa, dengan 90% produk ekspor berbasis karet, Thailand berada di
bawah tekanan untuk memastikan bahwa produk karet yang diekspor ke Eropa bebas
dari deforestasi dan degradasi lahan. Di tengah tantangan tersebut, KOLTIVA hadir untuk dukung berbagai perusahaan di Thailand dalam mematuhi regulasi ini,
yang berdampak pada keberlanjutan sektor karet secara keseluruhan (Rijksoverheid:
2024).
EUDR
menetapkan produk yang diimpor ke Uni Eropa harus bebas dari bahan baku yang
berasal dari lahan yang telah terdampak deforestasi sejak 31 Desember 2020.
Meskipun ada penyesuaian besar yang harus dilakukan oleh industri karet
Thailand, terutama bagi produsen kecil, KOLTIVA berperan penting dalam membantu
klien untuk beradaptasi dengan persyaratan ini. Dengan lebih dari 38.000
produsen terdaftar dan 100.000 plot lahan karet yang terverifikasi, KOLTIVA
telah mengimplementasikan solusi yang membantu perusahaan-perusahaan di
Thailand memenuhi standar EUDR, sekaligus menjaga kelestarian lingkungan.
“Kami
berkomitmen mendukung perusahaan-perusahaan di Thailand dalam menghadapi
tantangan kepatuhan ini melalui solusi modular yang terintegrasi, termasuk KoltiTrace
MIS,” ujar Yotsawadee Luetrakulset, Manajer Program KOLTIVA di Thailand.
“Upaya kami dalam pelatihan dan pendampingan bertujuan meningkatkan kesadaran
tentang praktik berkelanjutan di kalangan produsen karet.”
Inisiatif
Pemerintah dan Tantangan yang Masih Ada
Upaya
pemerintah Thailand, melalui Otoritas Karet Thailand (RAOT), untuk memenuhi
persyaratan EUDR mulai menunjukkan hasil yang signifikan. RAOT telah memetakan
lebih dari 3,1 juta hektar perkebunan karet—sekitar 79% dari total lahan
budidaya karet di Thailand. Inisiatif ini memungkinkan verifikasi bahwa area
produksi karet bebas dari deforestasi, yang berkontribusi pada peningkatan
harga karet di pasar global. Namun, tantangan besar masih ada, terutama dalam
hal pendaftaran produsen kecil yang banyak tidak memiliki sertifikat lahan,
yang menjadi prasyarat untuk kepatuhan EUDR (European
Forest Institute, 2024).
Hingga
Maret 2024, RAOT telah mendaftarkan lebih dari 1,6 juta produsen karet dan 958
kelompok tani. Meski demikian, masih banyak produsen kecil yang membutuhkan
dukungan dalam hal pelatihan dan kapasitas untuk dapat patuh pada regulasi baru
ini. Di sinilah peran KOLTIVA menjadi sangat penting. Melalui solusi ketertelusuran
(traceability), pemetaan, dan peningkatan kapasitas, KOLTIVA tidak hanya
membantu perusahaan-perusahaan memenuhi regulasi EUDR, tetapi juga meningkatkan
inklusi petani kecil ke dalam rantai pasokan yang lebih luas dan berkelanjutan.
Pendekatan
Terpadu KOLTIVA: Dukung Kepatuhan dan Transparansi
Manfred
Borer, CEO & Co-Founder KOLTIVA, tegaskan
bahwa sistem traceability KOLTIVA, KoltiTrace, memungkinkan klien memantau
rantai pasokan secara menyeluruh, dari perkebunan hingga pengolah. “Kami hadirkan
pemetaan rantai pasokan yang komprehensif, penilaian risiko secara real-time,
serta pemantauan deforestasi. Solusi kami memungkinkan transparansi penuh dan
membantu perusahaan dalam menjaga komitmen keberlanjutan mereka,” jelasnya.
Selain
itu, layanan pengembangan kapasitas KoltiSkills dan KoltiVerify memastikan
bahwa seluruh pemangku kepentingan terlibat dalam proses kepatuhan secara
efektif, perkuat komitmen bisnis terhadap praktik berkelanjutan.
Peluang
di Tengah Tantangan
Dengan
EUDR yang berfungsi sebagai pendorong dalam perubahan, sektor industri karet
Thailand berpeluang besar untuk memperkuat posisinya di pasar global. Dengan
dukungan strategis dan solusi inovatif dari KOLTIVA, perusahaan-perusahaan Thailand
tidak hanya mampu memenuhi persyaratan yang semakin ketat, tetapi juga
mendorong pertumbuhan yang lebih berkelanjutan.
Press Release ini juga sudah tayang di VRITIMES