Ormas GRIB Jaya Duduki Lahan BMKG Tanpa Izin, 17 Orang Ditangkap Polisi !

Penangkapan Oknum Ormas usai kasus pendudukan lahan BMKG. Sumber : cnnindonesia.com
Penangkapan Oknum Ormas usai kasus pendudukan lahan BMKG. Sumber : cnnindonesia.com

Tangerang Selatan, BimantaraNews.com – Kasus pendudukan lahan milik negara milik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) oleh organisasi masyarakat (ormas) GRIB Jaya di Kelurahan Pondok Betung, Tangerang Selatan (Tangsel), terus bergulir dan kini memasuki tahap penegakan hukum.

Sebanyak 17 orang telah diamankan pihak kepolisian, di mana 11 di antaranya merupakan anggota GRIB Jaya. Salah satu dari mereka bahkan menjabat sebagai Ketua GRIB Jaya Kota Tangsel. Sisa enam lainnya adalah pihak yang mengklaim sebagai ahli waris atas lahan seluas kurang lebih 12 hektare tersebut.

BMKG Resmi Laporkan ke Polda Metro Jaya

Kasus ini mencuat setelah BMKG melayangkan laporan resmi kepada Polda Metro Jaya, melalui surat bernomor e.T/PL.04.00/001/KB/V/2025. Dalam surat tersebut, BMKG memohon bantuan pengamanan terhadap aset negara berupa lahan seluas 127.780 meter persegi yang diduduki secara sepihak.

“BMKG memohon bantuan pihak berwenang untuk melakukan penertiban terhadap Ormas GRIB Jaya yang tanpa hak menduduki dan memanfaatkan aset tanah negara milik BMKG,” ujar Plt. Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BMKG, Akhmad Taufan Maulana, Jumat (23/5). di akses dari cnnindonesia.com

Pembongkaran Posko dan Pemasangan Plang Penyelidikan

Sebagai langkah penegakan hukum, aparat gabungan membongkar posko GRIB Jaya yang berdiri di atas lahan milik BMKG. Pembongkaran dilakukan dengan menggunakan alat berat dan dikawal Satpol PP.

Sebelumnya, Polda Metro Jaya juga memasang plang bertuliskan “Sedang Dalam Proses Penyelidikan” sebagai bentuk status quo. Hal ini dilakukan sebagai bagian dari pendalaman kasus dugaan pendudukan lahan negara.

“Plang dari pihak terlapor sebelumnya bertuliskan tanah dalam pengawasan advokasi ormas. Maka, penyidik mengambil alih TKP agar statusnya tetap,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi. di akses dari cnnindonesia.com

Proyek Gedung Arsip BMKG Dihentikan Paksa oleh GRIB

Lahan milik BMKG rencananya akan digunakan untuk pembangunan gedung arsip. Namun, proyek tersebut terganggu karena ulah anggota GRIB Jaya yang mengaku sebagai ahli waris dan memaksa menghentikan pembangunan.

Bahkan, alat berat ditarik keluar lokasi, dan papan proyek ditutup paksa oleh massa GRIB Jaya dengan tulisan “Tanah Milik Ahli Waris.” BMKG telah menunjukkan legalitas kepemilikan melalui Sertifikat Hak Pakai (SHP) Nomor 1/Pondok Betung Tahun 2003 yang telah diperkuat sejumlah putusan hukum tetap, termasuk dari Mahkamah Agung RI.

Pemerintah dan DPR Dukung Penindakan Tegas

Kasus ini mendapat sorotan nasional, baik dari pemerintah maupun parlemen. Ketua MPR RI Ahmad Muzani menyatakan fenomena ormas yang meresahkan seperti ini menghambat investasi dan mengganggu stabilitas ekonomi.

Ketua DPR Puan Maharani bahkan menegaskan agar pemerintah tidak ragu untuk membubarkan ormas yang berperilaku seperti preman.

“Kami minta pemerintah menindak tegas ormas-ormas yang meresahkan masyarakat. Kalau memang berbau premanisme, segera bubarkan,” tegas Puan di Gedung DPR, Minggu (25/5). di akses dari cnnindonesia.com

Sementara itu, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menyatakan bahwa pemerintah pusat telah mengintensifkan penegakan hukum terhadap berbagai bentuk aksi premanisme yang dikemas dalam struktur ormas.

Menteri ATR/BPN: Tak Ada Sengketa, Lahan Milik Sah Negara

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Nusron Wahid menegaskan, tidak ada catatan sengketa atas lahan tersebut. Sertifikat Hak Pakai atas nama BMKG masih sah dan terdaftar resmi di Kelurahan Pondok Betung, Tangsel.

“Tanah BMKG adalah tanah negara. Sertifikat Hak Pakai atas nama BMKG dan tidak ada konflik kepemilikan,” ujar Nusron dalam keterangan tertulis, Minggu (25/5). di akses dari cnnindonesia.com

BMKG: Diminta Rp5 Miliar agar Massa Mundur

Menurut BMKG, pihak ormas sempat menuntut ganti rugi sebesar Rp5 miliar sebagai syarat mundur dari lokasi proyek. Namun, permintaan tersebut tidak didasarkan pada dasar hukum yang sah, sehingga laporan ke pihak kepolisian dan Satgas Penanganan Premanisme pun dilayangkan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses